BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Typhoid atau yang biasa disebut
tipus merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella
enterica typhi. (cetrion.blogspot.com/2008/11/demam-typhoid.html).
Typhoid merupakan permasalahan
kesehatan penting di banyak negara berkembang, secara global, diperkirakan 17
juta orang mengidap penyakit yphoid tiap tahunnya. Typhoid merupakan penyakit
endemmic di Afrika, Amerika, Latin, Dan Asia Tenggara. Dalam hal ini indonesia
termasuk dalam negara endemic typhoid. Penyakit ini termasuk penyakit menular
yang tercantum dalam undang-undang no 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok
penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah mennular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. WHO memperkirakan 17 juta kasus
terjadi di seluruh dunia dengan 600.000 kematian tiap tahunnya.
Di indonesia typhoid merupakan jenis kasus
penyakit yang cukup tinggi, yaitu sekitar 28-810 kasus per-100.000 penduduk
pertahun. Dari survei berbagai rumah sakit di indonesia dari tahun 2008 sampai
dengan 2013 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu
19.596 menjadi 26.606 kasus. (Depkes RI 2013).
Insiden tertinggi typhoid di
dapatkan pada anak-anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang
sembuh sendiri dan menjadi kebal. Insiden typhoid bervariasi di tiap daerah dan
biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Perbedaan insiden di perkotaan
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan. (Badriyanto 2010)
Karena angka kejadian yang selalu
meningkat setiap tahunnya pada penderita typhoid, maka peran tenaga kesehatan
sangat penting dalam hal ini yaitu dengan cara promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Secara promotif yaitu dengan memberi penyuluhan tentang
hygine dan sanitasi lingkungan tempat tinggal yang baik serta pentingnya
menjaga diri sendiri. Secara preventif yaitu imunisasi cotipa(colera, typhus,
paratyphus), menghindari makanan dan minuman yangn terkontaminasi. Secara
kuratif yaitu pengawasan minum obat klien secara teratur untuk mencegah
penyebaran kuman. Secara rehabilitatif yaitu control ulang penderita typhoid
setelah keluar dari rumah sakit, pengawasan pembuangan tinja yang ketat untuk
mencegah penyebaran kuman. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan peningkatan
penderita typhoid dan mencegah terjadinya komplikasi penyakit typhoid lebih
lanjut seperti perdarahan dan terjadinya ferforasi usus serta komplikasi ke
organ lain seperti meningitis.(Djoko Widodo. Tropic Infeksi, 2009)
Berdasarkan data di atas, dampak
komplikasi yang di timbulkan maka penulis tertarik untuk menangani kasus pada
klien Tn. K dengan typhoid Fever di Ruang 307 Pav. Kutilang Rumah Saskit Ibu
Dan Anak Aqidah.
Demam typhoid
adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.
Di Indonesia, demam typhoid dapat ditentukan sepanjang tahun. Ada penelitian
yang mendapatkan peningkatan jumlah kasus pada musim penghujan. Ada pula yang
mendapatkan hasil penelitian pada peralihan antara musim kemarau dan musim
penghujan.
( Ngastiyah, 2005).
Insiden
tertinggi demam typhoid didapatkan pada anak-anak berumur satu tahun. Sebagian
besar (80 %) pasien yang dirawat, dibayar kesehatan anak FKUI RSCM Jakarta
berumur 5 tahun.Terdapat dua penularan salmonella typhoid yaitu pasien dengan
demam typhoid karier di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang
tercemar salmonella typhosa. Sedang di daerah non endemik transmisi terjadi
melalui makanan yang tercemar oleh karier. (Ngastiyah, 2005).
Penderita demam
typhoid perlu mendapatkan penanganan dini, yaitu isolasi, desinfeksi pakaian,
istirahat selama demam hingga dua minggu, diit tinggi kalori, tinggi kalori,
tinggi protein dan rendah serta. Penanganan dini yang di lakukan pada penderita
demam typhoid bertujuan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya dampak yang
tidak di inginkan misalnya perdarahan usus, perforasi usus, pentanitis,
dehidrasi dan asidosis.Penyakit Typoid termasuk penyakit menular yang dapat
menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis
terutama di negara-negara sedang berkembang.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
uraian di atas maka di dapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu
penyakit typhoid?
2.
Apa saja yang menjadi penyebab
penyakit typhoid?
3.
Bagaimanakah proses penyakit ini
masuk kedalam tubuh?
4.
Apakah penyakit ini menular?
5.
Bagaimanakah cara mencegahnya?
6. Komplikasi
apa saja yang bisa terjadi pada penyakit ini?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk
memenuhi Tugas Konsep Dasar Praktik Kebidanan serta mengetahui secara nyata
tentang penyakit typhoid fever.
2. Tujuan
Khusus
Setelah
melaksakan penerapan dengan kasus typhoid, penulis mampu dalam :
a.
Melakukan pengkajian pada klien
dengan typhoid
b.
Menganalisa masalah/diagnosa pada
klien dengan typhoid
c.
Menentukan diagnosa potensial pada
klien dengan typhoid
d.
Melakukan tindakan segera pada klien
dengan typhoid
e.
Melakukan perencanaan tindakan pada
klien dengan typhoid
f.
Melakukan pelaksanaan tindakan pada
klien dengan typhoid
g.
Melakukan evaluasi tindakan pada
klien dengan typhoid
1.4 Metode
Penulisan
Adapun
teknik-teknik yang digunakan dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1. Observasi
Mengamati
klien secara langsung untuk memperoleh gambaran secara nyata sesuai kondisi
klien
2.
Wawancara
Mengadakan
komunikasi secara langsung pada orang tua klien, perawat ruangan, dan dokter
untuk mengetahui dan melengkapi data tentang keluhan dan permasalahan yang di
rasakan oleh klien
3.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan
dengan cara pemeriksan fisik secara menyeluruh dari ujung rambutsampai ujung
kaki (head to toe) dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
4.
Study dokumentasi
Dengan
mengumpulkan data mengenai keadaan klien berdasarkan hasil pemeriksaan
penunjang dan catatan medis
5.
Study kepustakaan
Dengan
mempelajari literatur kebidanan, keperawatan dan kedokteran yang berhubungan
dengan masalah typhoid
1.5
Sistematika Penulisan
Adapun
sistematika penulisan makalah ini terbagi atas:
1. BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar
belakang, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan
2.
BAB II : Tinjauan teori yang meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penataaksanaan, dan konsep dasar hellen varney
3.
BAB III : Tinjauan Kasus
4. BAB IV :
Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN
TEORI
2.1 Konsep
Dasar Demam Typhoid
2.1.1
Pengertian
Typhoid
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.
Typhoid
adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di selaput lendir usus dan,
jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh.
Typhoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhosa yang
terjadi akibat kontaminasi makanan dan air dengan tinja pasien atau karier
tifoid.
Typhoid
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa. (Aru, W
Sudoyo. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Hal 1752).
Tifus Abdominalis ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih
dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
(Kapita slekta anak jilid 2 th
2001:432).
Typhoid adalah
suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
2.1.2
Etiologi
Typhoid disebabkan oleh salmonella
typhi yang mempunyai ciri-ciri merupakan basil gram negative, bergerak dengan
bulu getar dan tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatic), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Dan salmonella parathypi A, B,
dan C.
Salmonela Typosa mempunyai 3 macam
anti gen yaitu:
a. Antigen O
(Ohne Hauch)
Somatik terdiri dari zat kompleks
lipopoli sakarida
b. Antigen H
(Hauc)
Terdapat pada flagela dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V1
(Kapsul)
Merupakan kapsul yang meliputi
tubuh kuman dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
(Dr.T.H Rompengan,1997:57).
2.1.3
Gejala Klinis
Biasanya yang dialami pada siang
hari demam berkurang bahkan terkadang tidak demam namun panas dialami
pada saat sore dan malam hari. Ini merupakan tanda yang khas demam typhoid.
·
Minggu
I : infeksi akut (demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, mual, diare)
·
Minggu
II : Gejala lebih jelas (demam, bradikardia relatif, lidah
kotor, nafsu makan menurun, hepatomegali, gangguan kesadaran).
2.1.4 Patofisiologi
Penularan
salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5
F yaitu food (makanan), finger (jari tangan/kuku), fluid (cair),
fly (lalat), dan melalui feses. Masuknya kuman salmonella typhi dan
salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh enzim lambung HCL, dan
sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila Respon
imunitas humoral usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina
propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
di bawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesentrika. Selanjutnya kuman yang berkembang biak di dalam makrofag masuk ke
dalam sirkulasi darah melalui duktus thorasikus (mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa.
Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam srkulasi darah
lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda
dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam
kandung empedu dan berkembang biak, di hati darah mengalir melewati
berjuta-juta sinusoid hati dan akhirnya meninggalkan hati melalui vena hepatika
yang berakhir ke dalam vena cava dari sirkulasi sistemik. Aliran darah sekunder
yang melalui hati ini menyebabkan sel-sel retikuloendotelial yang membatasi
sinusoid-sinusoid hati mengeluarkan bakteri dan bahan partikel lainnya yang
mungkin memasuki aliran darah sistemik dari traktus gastrointestinal sehingga
kuman tersebut bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam lumen usus.dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus.
Karena
proses yang sebelumnya dan makrofag yang telah teraktivasi dan hiperaktif maka
pada saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi yaitu endotoksin yang merangasang makrofag untuk memproduksi sitokin
diantaranya tumor necrosing factor (TNF), Interleukin-1 (IL-1) dan Interferon.
Produksi makrofag tersebut diatas dapat, menyebabkan nekrosis selular,
perangsangan sistem imun, ketidakstabilan vaskuler, penekanan sum-sum tulang
dan demam. Interleukin -1 dan TNF merangsang reaksi fase akut yang bersifat
sistemik sebagai respon terhadap infeksi yaitu demam. Interleukin -1 yang
menempel pada reseptor khusus di hipotalamus dan merangsang terjadinya sintesa
prostaglandin secara lokal. Prostaglandin berkeja meningkatkan produksi panas,
mengurangi kehilangan panas, menghambat proses berkeringat dan menstimulasi
terjadinya vasokontriksi dan menggigil sehingga penderita mengalami demam
sedangakn TNF juga merangsang pembentukan nitric oxide (NO) yang
berfungsi sebagai pengatur pelepasan neurotransmitter maupun sebagai pengatur
aliran darah selain itu NO mempunyai efek relaksasi otot polos dan vasodilatasi
yang terjadi pada pembuluh darah meningen menyebabkan penderita mengeluh sakit
kepala, interferon adalah suatu glikoprotein yang dilepas sebagai respon
terhadap infeksi virus untuk membunuh virus dan sel neoplasma.
2.1.6 Manifestasi
klinis
1. Inkubasi
5-40 hari (rata-rata 10-14 hari)
Gejala klinis sangat bervariasi - ∑ kuman, status
nutrisi, imunologis, dan lama sakit dirumah
2. Nyeri
kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, radang tenggorokan, nyeri perut,
obstipasi atau diare
3. Lidah kotor
putih ditengah dengan tepi dan ujung kemerahan.
2.1.7 Tanda dan Gejala
1. Demam tinggi
dari 39°C sampai 40 °C yang meningkat secara perlahan
2.
Tubuh menggigil
3.
Denyut jantung lemah
(bradycardia)
4.
Badan lemah (weakness)
5.
Sakit kepala
6.
Nyeri otot myalgia
7.
Kehilangan nafsu
makan
8.
Konstipasi
9.
Sakit perut
10. Pada kasus
tertentu, muncul vlek merah muda (rose spots)
(Djoko Widodo, Tropik
Infeksi hal : 2798, 2009)
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi intestinal berupa
perdarahan sampai perforasi usus. Perforasi terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan usus yang berat ditemukan pada 1-10% anak dengan demam tifoid.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit. Komplikasi ini umumnya
didahului dengan suhu tubuh dan tekanan darah menurun, disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Perforasi jarang terjadi tanpa adanya perdarahan
sebelumnya dan sering terjadi di ileu bagian bawah. Perforasi biasanya ditandai
dengan peningkatan nyeri abdomen, kaku abdomen, muntah-muntah, nyeri pada
perabaan abdomen.
Adanya komplikasi neuropsikiatri, Sebagian besar bermanifestasi
gangguan kesadaran, diorientasi, delirium, obtudansi, stupor bahkan koma.
Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan
ditandai peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan
atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase maupun kolesistitis akut juga
dapat dijumpai, sedang kolesistitis kronik yang terjadi pada penderita setelah
mengalami demam tifoid dapat dikaitkan dengan adanya batu empedu.
Sistitis dan pielonefritis dapat
juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai,
sedangkan glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal
maupun sindrom nefrotik mempunyai Komplikasi lain yang juga dapat terjadi
adalah enselopati, trombosis serebral, ataksia, dan afasia, trombositopenia, koagulasi
intrvaskular diseminata, Hemolytic Uremic Syndrome, fokal infeksi di beberapa
lokasi sebagai akibat bakteremia misalnya infeksi pada tulang, otak, hati,
limpa, otot, kelenjar ludah. Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid
saat era pre antibiotik, sekarang lebih jarang ditemukan. Apabila terjadi
relaps, demam timbul kembali setelah penghentian antibiotik.
1)
Komplikasi intestinal :
a.
Perforasi usus halus
(0,5-3 %)
Pada minggu ke-3 sakit
di mulai dari penurunan suhu dan tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi,
muntah, nyeri abdomen dan tanda
peritonitis lainnya.
b.
Ileus parilitik
Suatu
keadaan akut abdomen berupa (distensi abdomen) karena usus tidak berkontraksi
akibat adanya gangguan motilitas
c.
Relaps (5 - 10%)
Demam dapat timbul kembali
saat konvelesan penghentian antibiotik.
d.
Perdarahan usus
2)
Komplikasi
ekstra-intestinal :
a.
Komplikasi
kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi
perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b.
Komplikasi Darah :
Anemia hemolitik, trombositopenia
dan/atau disseminated intravascular
coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
c.
Komplikasi
paru :
Pneumonia,
empiema dan pleuritis.
d.
Komplikasi
hepar dan kandung empedu :
Hepatitis
dan kolesistitis.
e.
Komplikasi
ginjal :
Glomerulonefritis,
pielonefritis dan perinefritis.
f.
Komplikasi
tulang :
Osteomielitis,
periostitis, spondilitis dan artritis.
g.
Komplikasi
neuropsikiatrik :
Delirium, meningismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis
dan sindrom katatonia.
(Ringkasan patologi anatomi,Yayan
Akhyar Ikhyar, 2006)
2.1.9 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1.
Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid. Jumlah leukosit
pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walapupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa typhoid.
2.
Pemeriksaan
SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.
Biakan
darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini di karenakan hasil biakan darah tergantung beberapa faktor
yang mengharuskan biakan darah ini
dilakukan.
4.
Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinin anatara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutini yang sfesifik terhadap sallmonella thypi juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella typhi, klien membuat antibodi
atau aglutinin yaitu :
a.
Aglutinin
O, yang dibuat karena rangsangan antigen O, berasal dari tubuh kuman
b.
Aglutinin
H, yang dibuat karena rangsangan antigen H, berasal dari flagel kuman.
c.
Aglutini Vi, yang
dibuat karena rangsangan antigen Vi, berasal dari simpai kuman
Dari ketiga
aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5.
UjI Typhidot
Uji
ini dapat mendeteksi antibodi igM dan igG yang terdapat pada protein membran
luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat
mengidentifikasi secara spesifik antibodi igM dan igG terhadap antigen S.typhi seberat 50 KD, yang terdapat
pada strip nitroselulosa. Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90 %
spesifitas sebesar 6.6 % dan efisiensi sebesar 83 %.
6.
Uji Tubex
Uji
ini merupakan uji semi kuantitatif kolometrik yang cepat(beberapa menit dan
mudah untuk dikerjakan) uji ini mendeteksi antibodi anti S-typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan
antara igM anti O9 yang terkonjungsi pada partikel latex yang bewarna dengan
lipopolisakarida S-typhi yang terkonjungsi pada partikel magnetik latex.
Hasil uji tubex ini menunjukan adanya infeksi salmonella serogroup D walau tidak secara sfesifik menunjuk pada S-typhi infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil
negatif.
7.
Kultur
Darah
Uji ini digunakan untuk mendeteksi kuman seperti bakteri atau
jamur dalam darah, dan uji ini memerlukan waktu seminggu untuk mendapatkan
hasilnya.
8.
Uji igM Dipstick
Uji
ini secara khusus mendeteksi antibodi igM sfesifik terhadap S-Typhi pada spesimen serum atau whole
blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS S-Typhi dan anti igM (Sebagai kontrol
reagen deteksi yang mengandung antibodi anti igM yang dilekati dengan latex
pewarna. Cairan membahasi strip sebelum di inkubasi dengan reagen dan serum
pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini disimpan selama 2 tahun pada suhu
4-250C ditempat kering tanpa paparan sinar
matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran
reagen deteksi dan serum, selama dengan 3 jam pada suhu kamar setelah inkubasi,
strip dibilas dengan air mengalir dan keringkan. Secara kuantitatif, diberikan
penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip, garis kontrol harus terwarna dengan baik.
Pemeriksaan ini mudah dan cepat (1 hari) namun akurasi hasil di dapatkan bila
pemeriksaan di lakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.
2.1.10 Vaksinasi
Typhoid
Vaksin
pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960 efektivitas vaksinasi telah
ditegakkan. Keberhasilan proteksi sebesar 51 – 88% (WHO) dan sebesar 67%
(Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetap, tidak mampu proteksi
bila terpapar 107 bakteri.
Vaksinasi
typhoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga di daerah lain.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, risiko
terserang demam typhoid semakin tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin,
Asia, Afrika).
Jenis
vaksin :
1.
Vaksin oral : Ty21a
(Vivotif Berna) belum beredar di indonesia
2. Vaksin
parenteral : ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul polisakarida.
2.1.11
Penatalaksanaan Medis
1.
Farmakoterapi
a. Klorampenikol
Dosis yang diberikan
adalah 4 x 500 mg/hari dapat diberikan secara oral / intravena sampai dengan 7
hari bebas panas.
b.
Tiamfenikol
Dosis tramfenikol
adalah 4 x 500 mg, demam rata – rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
c. Kotrimoksazol
Dosis untuk orang
dewasa adalah 2 x 2 tablet/hari diberikan selama 2 minggu.
d. Ampisilin
dan amoksilin
Dosis 75 – 150 mg/kgBB/hari
digunakan sampai 7 hari bebas demam. Demam rata – rata turun 5 – 6 hari.
e. cefalosporin
generasi ketiga
Antara lain
cefuperazon, ceftriaxon, cefotaxim.
f. Fluorokuinolon
·
Norfloksanin dosis 2 x
400 mg/hari selama 14 hari.
·
Siprofloksanin dosis 2 x 500 mg/hari
selama 6 hari.
·
Ofloksanin dosis 2 x 400 mg/hari
selama 7 hari.
·
Pefloksanin dosis 400 mg/hari selama
7 hari.
·
Fleroksanin dosis 400 mg/hari selama
7 hari.
2. Nonfarmakoterapi
a.
Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan
perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, buang air
besar akan mempercepat masa penyembuhan.
b. Diet
Diet merupakan hal yang
cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam typhoid. diberi diet
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan
nasi.
2.2 Konsep
Dasar Asuhan Kebidanan Menurut Hallen Varney
Proses manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan
masalah dalam bidang kebidanan, manajemen asuhan ini terdiri dari 7 langkah
yaitu :
2.2.1. Pengumpulan data/pengkajian
Adalah pengumpulan data lengkap dan mempermudah seluruh
data yang dibutuhkan untuk penilaian secara sempurna dari klien.
a.
Data Subyektif
Identitas/Biodata
§ Nama bayi : untuk
memberi identitas pada bayi tersebut agar tidak tertukar dengan bayi lain
§ Umur bayi : untuk
mengetahui berapa dosis obat yang tepat untuk diberikan pada bayi tersebut
§ Tanggal/jam/lahir : untuk
mengetahui umur bayi
§ Jenis kelamin : untuk
membedakan dari bayi lain
§ No register : untuk
mengetahui nomor register bayi agar tidak tertukar dengan bayi yang lain
§ Identitas keluarga : untuk
memastikan identitas dari bayi tersebut
b.
Data Objektif
1)
Pemeriksaan
Umum
Terdiri
dari keadaan umum, suhu, pernafasan, Nadi, dan BB bayi
2)
Pemeriksaan
fisik secara sistematik
a.
Inspeksi
§ Kepala : adakah benjolan
atau tidak, bersih atau tidak, adakah kelainan atau tidak
§ Wajah : simetris atau
tidak, pucat atu tidak, adakah odema atau tidak
§ Mata : adakah
tanda-tanda infeksi atau tidak, pucat atu tidak, adakah kelainan atau tidak
§ Telinga : simetris atau
tidak, brsih atau tidak
§ Mulut : bibir dan
langit-langit norml atau tidak, stomatitis atau tidak, caries gigi atau tidak
§ Hidung : adakah septum
nasal atau tidak, adakah polip atau tidak, bersih atau tidak, adakah nafas
tambahan atau tidak
§ Leher : adakah
pembesaran kelenjar atau tidak, adakah struma atau tidak
§ Dada : bagaimanakah
bentukya, puting susunya, dan pernafasannya
b.
Palpasi
§ Hidung : adakah fraktur
atau tidak
§ Leher : adakah
pepmbengkakan atau tidak
§ Abdomen : adakah pembesaran
abnormal atau tidak
c.
Auskultasi
§ Dada : adakah bunyi
tambahan atau tidak (stridor, ronchi, wishing)
§ Abdomen : adakah bising usu
atau tidak
d.
Perkusi
§ Abdomen : adakah mistiorismus
atau tidak
2.2.2 interprestasi data
Yaitu menentukan diagnosa/masalah. Langkah ini
dikembangkan dan di interprestasi data kedalam identifikasi yang spesifik
mengenai masalah atau diagnosa, sedangkan masalah tidak dapat didefinisikan
suatu diagnosa tetapi membutuhkan suatu pertimbangan dalam pengembangan suatu
rencana yang komprehesif untuk pasien masalah lebih sering di identifikasikan
oleh pasien dan diagnosa yang telah di tetapkan diagnosa di ideentifikasikan
oleh bidan/petugas kesehatan dan berfokus pada apa yang dikemukakan oleh
klien/keluarga klien.
2.2.3 identifikasi diagnosa masalah potensial
Langkah ini berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah
teridentifikasi yaitu merupakan kegiatan antisipasi pencegahan jika
memungkinkan menunggu, waspada dan persiapan untuk segala sesuatu yang terjadi.
2.2.4 identifikasi kebutuhan segera atau kolaborasi
Langkah ini menggambarkan proses manajemen yang tidak
hanya pada pelayannan dasar. Data yang baru tetap diperoleh dari evaluasi
beberapa data yang memberikan indikasi adanya situasi emergency dimana bidan
harus bertindak segera disamping menunggu tindakan dokter.
2.2.5 Intervensi
Langkah ini di tentukan berdasarkan kegiatan langkah
sebelumnya sebagai hasil kelanjutan manajemen terhadap diagnosa/masalah yang
telah di identifikasikan.
2.2.6 Implementasi
Pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh tersebut, hal
ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan/sebagian anggota tim kesehatan
lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya.
2.2.7 Evaluasi
Langkah ini di evaluasikan keefektifannya, asuhan yang
telah diberikan apakah telah diberikan apakah telah teridentifikasi alam
diagnosa maupun masalah, rencana asuhan tersebut dapat dianggap efektif
bilamana benar-benar efektif karena proses manajemen asuhan ini merupakan suatu
kegiatan yang berkesinambungan maka diperlukan evaluasi.
S : Data yang diambil dari pasien (sebagai hasil subjektif
secara langsung dari pasien sendiri/keluarga)
O : Data objektif yang diperoleh dari pemeriksaan
A : assesiment (diagnosa) yang diambil dari data yang
diperoleh
P : Planning (rencana selanjutnya)
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
3.1 Pengumpulan Data
Pada tanggal : 05 Januari 2015 Jam
: 08.00 WIB Oleh :
Siti Sundari
A.
Data Subjektif
1)
Identitas
Nama Anak : bayi “S”
Umur : 14 bulan
Jenis
kelamin : Laki-laki
Tgl/jam/lahir : Lamongan, 12 Desember
2006
BB : 22 kg
Anak Ke : 1 (satu)
Tanggal
MRS : 5 Januari 2015
Diagnosa
Medis : Typhoid Fever
(Demam Typhoid)
Sumber
Informasi : Orang
tua dan nenek pasien
Nama Ibu : Ny “L” Nama Suami : Tn “A”
Umur : 30 th Umur : 31 th
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan
: D3 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Perawat Pekerjaan : TNI AL
No. Reg : 019669 Alamat : Kedung Pring
2)
Keluhan
Utama
Ibu mengatakan anaknya panas
5 hari, muntah tiap kali makan, kepalanya pusing dan nyeri ulu hati
3)
Riwayat
prenatal
a.
Riwayat
penyakit kehamilan
§ Perdarahan
Ibu mengatakan
waktu hamil tidak terjadi perdarahan
§ Pre-eklampsia
Ibu
mengatakan selama hamil tidak terjadi Pre-eklampsia
§ Eklampsia
Ibu
mengatakan selama hamil tidak terjadi eklampsia
§ Penyakit kelamin
Ibu
mengatakan tidak mempunyai penyakit kelamin selama hamil
§ Lain-lain
Tidak ada
b.
Riwayat
waktu hamil
§ Makanan
Ibu
mengatakan selama hamil makan 3x sehari dengan porsi dan menu sedang, seperti
nasi, lauk pauk, sayur dan terkadang buah. Ibu juga mengatakan minum air putih
7-8 gelas perhari
§ Obat-obatan/jamu
Ibu
mengatakan selama hamil mengkonsumsi obat-obatan hanya yang dari bidan saja
saat setelah periksa dan tidak pernah minum jamu-jamuan apapun
§ Merokok
Ibu
mengatakan bahwa dia tidak pernah merokok
4)
Riwayat
internal
§ Jenis persalinan : Spontan
belakang kepala
§ Ditolong oleh : Bidan
§ Ketuban pecah :
Saat pembukaan lengkap
§ Komplikasi : Tidak
ada
5)
Riwayat
penyakit yang pernah di derita
Ibu mengatkan bahwa anaknya tidak mempunyai penyakit menular, menurun,
atau berbahaya lainnya
6)
Riwayat
penyakit keluarga
Ibu mengatakan bahwa dalam keluarganya tida ada yang mempunyai penyakit
menular, menurun dan menahun seperti jantung, asma, hipertensi, DM dan HIV/Aids
7)
Pola
kehidupan sehari-hari
§ Nutrisi
o Sebelum Sakit : ibu pasien
mengatakan anaknya makan 3x sehari dengan porsi cukup, dengan komposisi nasi,
sayur mayur, dan lauk pauk
o
Selama
Sakit : ibu pasien mengatakan bahwa
nafsu makan anaknya menurun, itu karena anaknya muntah setiap kali makan
sehingga membuat anaknya malas makan
§ Eliminasi
o
Sebelum
Sakit : ibu pasien, nenek, dan juga pasien sendiri mengatakan bahwa biasa BAB
1x sehari an BAK ± 5x sehari
o
Selama
Sakit
: ibu, nenek, dan pasien sendiri
mengatakan 2 hari ini belum BAB dan BAK seperti biasahanya saja warnanya cenderung
lebih pekat (kuning kecoklatan)
§ Pola Istirahat
o Sebelum Sakit : ibu pasien
mengatakan anaknya tidur cukup pulas, baik siang maupun malam
o Selama Sakit : ibu pasien
mengatakan anaknya rewel dan sulit tidur
§
Pola
Aktivitas
o Sebelum Sakit : ibu pasien
mengtakan anaknya sering bermain dengan teman sebayanya
o Selama Sakit : ibu pasien
mengatakan anaknya hanya berbaring di tempat tidur
§ Personal hygiene
o
Sebelum
Sakit
: ibu pasien mengatakan anaknya mandi 2x sehari dan ganti baju 2x sehari
juga
o
Selama
Sakit : ibu pasien mengatakan anaknya hanya di
sibin 2x sehari dan ganti baju 1x sehari
B.
Data Objektif
1.
Pemeriksaan
Fisik
·
Keadaan
umum : lemah
·
Kesadaran : Composmentis
·
TTV :
ü S : 37,3°C
ü N : 96 x/menit
ü R : 22 x/menit
·
BB : 22 kg
·
Kepala dan
wajah : ukuran proporsional dengan bentuk tubuh, tidak terdapat benjolan, warna
rambut hitam
·
Mata : simetris antara mata kanan dan kiri,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
·
Telinga : simetris antara telinga kanan dan kiri,
serumen tidak ada
·
Hidung : lubang hidung sebelah kanan dan kiri
simetris, tidak ada polip
·
Gigi dan
mulut : lidah kotor, bibir kering,
tidak ada karies gigi, tidak ada stomatitis
·
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar linfe, kelenjar
thyroid, dan vena jugularis
·
Dada
a.
Jantung
ü Inspeksi : denyut ictus
cordis tidak terlihat
ü Palpasi : tidak ada
pembesaran jantung
ü Perkusi : redup
ü Auskultasi : ritme terdengar
keras dan cepat, terdengar bunyi lup dup
b.
Paru-paru
ü Inspeksi : tidak ada
kesulitan bernafas
ü Palpasi : tidak ada
nyeri tekan
ü Perkusi : sonor antara
sisi kanan dan kiri sama
ü Auskultasi : tidak ada bunyi
rhonky, whising, dan stledor
·
Abdomen
ü Inspeksi : bentuk datar
ü Palpasi : tidak ada
yeri tekan, tidak ada pembesaran hepar
ü Auskultasi : bising usus (+)
ü Perkusi : tympani
·
Genetalia : tidak ada kelainan pada alat genetalia
·
Ekstremitas
: akral hangat, odema tidak ada
·
Kulit/integumen
: turgor kulit turun
2. Pemeriksaan penunjang
|
Jenis Periksa
|
Hasil
|
Normal
|
|
WIDAL
1.
*Antigen
O
2.
*antigen
H
3.
*antigen
A
4.
*antigen
B
DARAH LENGKAP
5.
Hemoglobin
6. Laju
endap darah
7.
Leukosit
8.
Hitung jenis leukosit
9.
Eritrosit
10.
Eosinofil
11.
Trombosit
12.
Hematroki/PCU
SGOT/AST
13.
SGOT/ALT
SGPT/ALT
14. SGPT/AST
|
1/320
Negatif
Negatif
1/80
11,6
9500
352.000
36
26
32
|
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
L 13,5-18 g/dl
P 11,5-16 g/dl
L 0-13/jam
P 0-20/jam
4000-11.000/cmm
1-2/0-1/3-5/54-62/25-23/3-7
L 4,5-6,5 jt/cmm
P 3,0-6,6 jt/cmm
50-300/cmm
150.000-450.000/cmm
L 40-54 %
P 35-47 %
L <37 U/L
P <30 U/L
L <40 U/L
P <30 U/L
|
3.2 Interpretasi Data
Diagnosa : Anak “I” usia 9 tahun dengan demam typhoid
DS : Ibu mengatakan anaknya panas 5 hari, muntah tiap kali
makan, pusing dan nyeri ulu hati
DO : KU : lemah
RR
: 22x/menit
N : 96 x/menit
S : 37,3°C
BB : 22 kg
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Usia : 9 tahun
Masalah : Panas 5 hari, muntah tiap kali makan
3.3 Identifikasi diagnosa/masalah
potensial
Perdarahan usus, perforasi
yang tidak di sertai peritonitis, peritonitis, meningitis, kolesistiasis,
enselopati
3.4 Identifikasi kebutuhan segera
Kolaborasi dengan dokter
spesialis anak
3.5 Intervensi
Tanggal : 05 November 2014 Jam : 08.35 WIB
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan
selama 2x24 Jam anak mendapatkan terapi yang sesuai dengan keluhan, usia dan
berat badan anak sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang memperparah keadaan
kesehatan anak
Kriteria :
§
TTV dalam
batas normal
§
Muntah
berkurang
§
Dapat BAB
§
Orang tua anak
kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
|
NO
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
1
|
Lakukan komunikasi terapeutik dengan orang tua
|
·
Untuk
memudahkan petugas dalam pemberian asuhan dan terapi serta terjalin hubungan
baik antara petugas dengan orang tua klien sehingga orang tua dapat
kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
|
|
2
|
Lakukan pengkajian data
(anamnesa)
|
·
Untuk
menemukan data dasar berupa keluhan-keluhan klien
|
|
3
|
Ukur berat badan anak
|
·
Untuk
mengetahui berat badan anak sehingga dapat memberikan terapi yang sesuai
dengan berat badan anak
|
|
4
|
Lakukan pemeriksaan fisik
|
·
Untuk
menemukan tanda gejala yang pasti dengan memeriksa anak dengan seksama sesuai
dengan keluhan klien
|
|
5
|
Kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk memberikan terapi
|
·
Agar
terapi yang di berikan sesuai dengan keluhan, tanda gejala, usia dan berat
badan anak sehingga anak mendapatkan terapi yang tepat
|
|
6
|
Dokumentasi
|
·
Untuk
mendokumentasikan nama klien, keluhan, dan tindakan yang dilakukan agar tidak
tertukar dengan klien yang lain
|
|
7
|
Berikan He tentang :
1.
Personal
Hygiene
2.
Nutrisi
3.
Posisi aktivitas
|
·
Untuk
menambah pengetahuan dan pendidikan kesehatan pada ibu yang meliputi personal
hygiene, nutisi, dan posisi aktivitas yang tepat bagi bayinya
|
3.6 Implementasi
|
NO
|
TGL/JAM
|
IMPLEMENTASI
|
TTD
|
|
1
|
5
januari 2015
Jam :
08.45 WIB
|
v Melakukan komunikasi terapeutik dengan orang tua klien untuk menjalin
hubungan yang baik antara petugas dengan klien sehingga dapat kooperatif
dengan tindakan/asuhan yang diberikan
v Melakukan pengkajian data dasar (anamnesa) yang meliputi : Nama klien,
usia, alamat, keluhan dan riwayat yang pernah diderita
v Menimbang berat badan anak untuk menentukan apakah berat badan anak sesuai dengan usia dan untuk menentukan
dosis obat/terapi yang diberikan, yaitu 22 kg
v Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematik terutama pada daerah yang
dikeluhkan
v Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk memberikan terapi berupa
:
·
Inf RL
20 tpm
·
Inj
Cefotaxim 3x500 mg
·
Inj
Ranitidin 2x ½
·
Inj Santagesik
3x ½
·
Inj
Metoclopramid 3x ½ (k/p)
·
P/o
Vitamin 2x1 Cth
·
Sementara
diir bubur halus TKTP
v Melakukan pendokumentasian, yang meliputi : nama klien, usia, alamat,
keluhan dan tindakan yang di berikan agar tidak tertukar dengan klien yang
lain
v Memberikan HE kepada ibu tentang :
1.
Personal
hygiene
Menjelaskan pada ibu bahwa anaknya mengalami penyakit typhoid karena
kemungkinan dari makanan yang kurang bersih, maka ibu harus benar-benar
memperhatikan kebersihan makanan, minuman, dan juga lingkungan anak
2.
Nutrisi
Menjelaskan pada ibu bahwa anak yang mengalami penyakit typhoid dapat
mengalami gangguan pertumbuhan, maka ibu dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi pada anaknya dengan memberikan makan makanan yang banyak mengandung
serat, zat besi, karbohidrat, mineral, vitamin dan lemak. Seperti nasi,
sayur-sayuran hijau, daging, ikan laut, telur, tempe, tahu, kacang-kacangan,
buah, susu dan air
3.
Posisi
tidur
Menjelaskan pada ibu bahwa anak yang mengalami penyakit typhoid dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman
berupa gangguan pernafasan, maka sebaiknya saat bayi tidur diposisikan yang
tepat untuk mempermudah pernafasannya, yaitu menidurkan bayi dengan posisi
kepala lebih tinggi dari pada badannya. Sehingga bayi tetap dapat tidur
dengan pulas dan nyenyak.
|
|
3.7 Evaluasi
Tanggal : 05 Januari 2015 jam : 13.00 WIB
S : Ibu mengatakan anaknya masih panas
O : KU :
lemah
RR :
22 x/menit
S :
37,3 °C
N :
96 x/menit
BB :
22 Kg
Bibir pecah-pecah
Uji WIDAL (+)/Positif
A :
Anak “I” usia 9 tahun dengan Demam typhoid hari ke 1
P :
Lanjutkan terapi dan Observasi
Catatan Perkembangan
Tanggal :
06 Januari 2015 Jam:
13.00 Wib
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
masih panas tapi sudah turun dibandingkan kemarin
O :
KU :
Lemah
S : 36,1 °C
N :
101
R :
24 x/menit
Porsi makan belum
dihabiskan
Muntah (-)
Mual (+)
A : Anak I usia 9 tahun dengan
Demam typoid hari ke 2
Catatan Perkembangan
Tanggal :
07 Januari 2015 Jam
: 20.00 WIB
S : ibu paien mengatakan anaknya
sudah tidak panas dan sudah tidak muntah
O :
KU : Cukup
S : 36°C
R : 26 x/menit
N : 100 x/menit
Muntah (-)
Mual (-)
Porsi makan di habiskan
Bibir lembab
Pusing (-)
Nyeri ulu hati (-)
Turgor kulit baik
A : Anak I usia 9 tahun dengan
demam typoid hari ke 3
P : lanjutkan terapi dan Observasi
Catatan Perkembangan
Tanggal :
08 Januari 2015 Jam
: 09.00 WIB
S : Ibu pasie mengatakan bahwa
pasien sudah tidak ada keluhan apa-apa
O :
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
N : 100 x/menit
S : 36,2 °C
R : 24 x/menit
Bibir Lembab
Akral hangat
Pucat (-)
Porsi makan dihabiskan
Mual (-)
Muntah (-)
Pusing (-)
Nyeri ulu hati (-)
Turgor kulit Baik
A : Anak
sehat usia 9 tahun dengan riwayat demam typhoid
P :
# Intervensi di hentikan
# Masalah sudah teratasi
# Berikan HE : - Istirahat
-
Personal
hygiene
-
Pola
Nutrisi
-
Pola
aktivitas
# Keluar Rumah Sakit Hari ini
# Kontrol Ulang hari selasa
tanggal 13 Januari 2015 Jam: 09.00 WIB di poli anak RSUD Ngimbang-Lamongan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Typhoid
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.
Typhoid
adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali di selaput lendir usus dan,
jika tidak diobati, secara progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh.
Typhoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhosa yang
terjadi akibat kontaminasi makanan dan air dengan tinja pasien atau karier
tifoid.
Komplikasi
yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi intestinal berupa
perdarahan sampai perforasi usus. Perforasi terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan usus yang berat ditemukan pada 1-10% anak dengan demam tifoid.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada minggu ke-3 sakit. Komplikasi ini umumnya
didahului dengan suhu tubuh dan tekanan darah menurun, disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Perforasi jarang terjadi tanpa adanya perdarahan
sebelumnya dan sering terjadi di ileu bagian bawah. Perforasi biasanya ditandai
dengan peningkatan nyeri abdomen, kaku abdomen, muntah-muntah, nyeri pada perabaan
abdomen.
4.2 Saran
-
Mahasiswa mampu memberikan ashan kebidanan pada kasus demam typhoid
- Mahasiswa mampu melakukan
penanganan pertama pada kasus demam typhoid
- mahasiswa mampu mengenali tanda
gejala pada kasus demam typhoid
DAFTAR PUSTAKA
·
Suriadi dan Yuliana
R.(2001) Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi 1 Penerbit CV Agung Sentosa Jakarta
·
Panitia Media Farmasi
dan Terapi.(1994).Pedoman Diagnosis Dan
Teraoi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.Surabaya
·
Anonim.2007.Demam
typhoid.http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/demam-typhoid.pdf
·
Arif Manjoer,dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Penerbit Media
Aesculapius.Jakarta:FKUI
·
Donna L.Wong,dkk.2002.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6.Jakarta:EGC
·
Herdman T. Heater.2010.Diagnosis Keperawatan.Jakarta:EGC
·
Soegeng Soegijianto.2002.Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa Dan
Penatalaksanaan.Jakarta:Salemba Medika
·
Wong, Dona L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar